Pages

Jumat, 06 Februari 2015

Sistem Pertanian Padi


Permasalahan pangan tidak akan pernah selesai hal ini dikarenakan semua mahluk yang hidup membutuhkan makanan hanya saja makanan setiap mahluk hidup berbeda-beda. Kalau kita bisa mengetahui setiap makanan mahluk hidup tidak ada yang namanya makanan yang tidak dimakan. Sekarang saya akan berbicara dari hal yang paling kecil sampai hal yang paling besar.
Mikroorganisme, dimana hal ini tidak bisa dilihat oleh manusia bahakan sering menjengkelkan manusia dari penyakit sampai pembusukan. Kalau kita lihat mikroorganisme ini memiliki peran sangat penting karena semua hal yang kita buang akan diuraikan sehingga sampai dapat berkurang walau tidak 100 persen.

Untuk selanjutnya hawan ternak dimana hewan ternak ini akan memakan hal tidak dimakan oleh manusia walaupun hewan ternak juga sukan makanan namusia. Kita cukup tertolong dengan keberadaan hewan ternak jadi jangan remehkan mereka.
Dalam tulisan ini bukan membahasa makanan tadi tapi akan saya fokuskan pada sistem pertanian untuk menjawab sebuah pertanyaan. Sistem pertanian yang dikembangkan untuk meningkatkan produktifitas dan memenuhi kubutuhan manusia semata sehingga menghasilkan bermacam-macam sistem diantaranya: Mina-Padi, SRI, IFS dan lainnya.
1.      Mina-Padi
 Budidaya ikan bersama ternak maupun dengan pertanian (mina-padi) telah lama dikenal dan dipraktekkan pembudidaya ikan di Indonesia. Budidaya terpadu ikan bersama padi, disamping menghasilkan dua komoditas, juga hasil padinya meningkat 15-20% dibanding tanpa ikan. Kenaikan hasil padi tersebut karena kotoran ikan menjadi pupuk, aktivitas ikan dalam mencari makanan memberikan aerasi pada tanaman padi, pentumbuhan gulma dan hama dikendalikan oleh ikan. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan budidaya mina-padi adalah banyaknya hama seperti wregul, ular, belut dan burung, penggunaan obat untuk pengendalian hama dan penyakit padi. Disamping itu, umur padi yang pendek (sekitar 70 hari), menyebabkan waktu untuk pemeliharaan juga relatif pendek. OIeh karena itu, bila untuk menghasilkan ikan konsumsi harus diteban benih ukuran glondongan, sedangkan untuk pendederan adalah sangat tepat.
Untuk tatacara pembuatan mina-padi yang saya dapatkan adalah Dipilih sawah yang subur, cukup miring, aman dan mudah diawasi. Salah satu masalah dalam pengembangan budidaya mina-padi adalah keamanan dan hewan lingsang (wregul) yang biasanya menyerang bergerombol dan menghabiskan ikan piaran. Luas petakan sawah 500 - 2000 m2. Untuk dapat menampung dan menahan air, pematangnya diperkuat dan diperlebar, yakni tinggi 50-70 cm, lebar atas 40-50 cm. Dilengkapi caren lebar 40-50 cm, dalam 40-60 cm. Beberapa caren bisa dibuat bila petakan cukup luas dengan jarak tiap 10 m. Caren utama dibuat di tengah dan arah air masuk ke pintu air keluar dan lainnya bisa di pinggir/tampingan. Caren merupakan tempat hidup ikan dan penangkapan ikan ketika panen. Pengurangan lahan untuk caren bisa mencapai 10% luas petakan. Disarankan pula dibuat kolam kecil 1x2x1 m untuk adaptasi benih yang baru ditebar terutama untuk benih. Petakan sawah juga dilengkapi pipa air dan saringan. Sawah diolah: luku (balik tanah) dan digaru (memecah dan meratakan tanah), menggunakan tenaga hewan ataupun mesin. Jenis padi yang ditanam adalah varietas unggul tahan wereng (VUTW) umur total 90-120 hari. Padi disemaikan dulu dan setelah umur 20-25 hari ditanam dengan jarak tanam antara baris 25 cm dan antar rumpun 20 cm. Tiap rumpun terdiri atas 3-4 batang bibit. Pada dasarnya semua jenis ikan air tawar tahan hidup dalam air sawah, seperti: tawes, karper, gurameh, nila, lele, nilem dan sebagainya. Sistem budidaya dilakukan secara polikultur atau monokultur. Memperhatikan umur padi yang pendek, maka waktu pemeliharaan yang tersedia juga pendek, yaitu sekitar 70 hari. Benih ikan ditebar sesudah padi lilir, air mulai dinaikkan. Untuk perawatan air terus tergenang sehingga ikan tidak mati, sedangkan panen dilakukan pada saat umur ikan 70 hari setelah tebar setelah itu lahan sawah dikeringkan untuk pengisian bulir padi baru padi dipanen.
2.      SRI
Salah satu misi pertanian adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu mendorong berkembangnya pertanian organik. Budidaya padi dengan pola SRI (System of Rice Intensification) merupakan budidaya yang hemat air, benih, pupuk organik, sedikit penyiangan, dengan demikian juga akan menghemat biaya (Zunaini, 2009). SRI adalah budidaya tanaman padi organik yang dilakukan secara intensif dan efisien dengan proses menejemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Dari hasil panen selama tiga musim, diperoleh variasi produksi antara 7,6 sampai dengan 9,6 atau rerata 8,9 ton/ha untuk produksi padi SRI dan antara 5,7 sampai 6,3 atau rerata 6,1 ton/ha untuk produksi padi konvensional (Bambang, 2011).
Tatacara pelaksanaannya sebagai persiapan, lahan diolah seperti kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut. Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi. Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5-7 kg per hektar lahan. Persemaian untuk SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian kering dan persemaian basah. Persemaian basah adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti. Penggunaan wadah ini dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak 400—500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7—10 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa-Red.). Arti dari “macakmacak” adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang. Pada metode SRI digunakan sistem tanam tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu lubang? Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi, oksigen, dan sinar matahari. Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal diharapkan bahwa tiap tanaman bisa menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar matahari secara lebih optimal.
Berdasarkan uji coba yang kami lakukan, diketahui bahwa tanaman padi bukanlah tanaman air, tetapi tanaman darat (terestrial) yang dalam pertumbuhannya membutuhkan air. Karena itu dalam metode SRI, padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam kondisi tidak tergenang, akar bisa tumbuh lebih subur dan besar sehingga tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyak-banyaknya. Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan sebagai berikut.
1.      Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
2.      Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama.
3.      Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
4.      Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
5.      Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1—2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15—20 hari sebelum panen).
6.      Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
Sedangkan untuk kelemahan sistem SRI ini adalah bibit yang masih muda sangat mudah terserang hama keong yang dapat menghabiskan setiap bibitnya, bibit yang masih muda juga sangat mudah dihanyutkan apabila terjadi hujan.
Hanya ada dua sistem pertanian yang selama ini dilakukan apakah itu sistem pertanian terpadu atau sistem pertanian organik. Masing-masing sistem ini memiliki keunggulan masing-masing dan memiliki kekurangan masing-masing tergantung di mana akan diterapkan sistem ini. Apabila lahan yang akan digunakan memiliki ketersediaan air yang rendah dan daya resap air tinggi (kadar lempung kecil) akan sangat cocok ketika diterapkan sistem pertanian organik salah satunya SRI. Sedangkan lahan yang terus tergenang, memiliki jumlah air yang cukup tinggi dan memiliki daya liat atau komposisi tanah liat yang tinggi akan sangat bagus ketika diterapkan sistem pertanian terpadu salah satunya Mina-Padi.
Perlu diingat bahwa padi bukan tanaman air jadi ada masa ketika lahan padi harus mengalami kekeringan. Selain itu pertanian terpadu tidak hanya Mina-Padi masih banyak lagi contohnya tapi pertanian terpadu harus memadukan semua komponen pertanian dari peternakan, perikanan dan budidaya tanaman.


Purwantana, Bambang. 2011. Kajian Input Energi Pada Budidaya Padi Metode System Of Rice Intensification. Agritech. Vol 31. Hal 1-8. (http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/download/73/352)
Anonim. 2014. Budidaya Terpadu. UGM. (http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/50185/71c639c4b24d1b39509fb0e9b45172ff)
Veco. 2007. Menembus Batas Kebutuhan Produsi Padi (Metode SRI dalam Budidaya Padi). Indonesia (http://ciifad.cornell.edu/sri/extmats/indoVecoManual07.pdf)
Nursinah, Zunaini. 2009. Penerapan SRI (System Of Rice Intensification) Sebagai Alternatif Budidaya Padi Organik. Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. Vol 1 (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=19672&val=1236)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar