Permasalahan
pangan tidak akan pernah selesai hal ini dikarenakan semua mahluk yang hidup
membutuhkan makanan hanya saja makanan setiap mahluk hidup berbeda-beda. Kalau kita
bisa mengetahui setiap makanan mahluk hidup tidak ada yang namanya makanan yang
tidak dimakan. Sekarang saya akan berbicara dari hal yang paling kecil sampai
hal yang paling besar.
Mikroorganisme, dimana hal ini tidak bisa
dilihat oleh manusia bahakan sering menjengkelkan manusia dari penyakit sampai
pembusukan. Kalau kita lihat mikroorganisme ini memiliki peran sangat penting
karena semua hal yang kita buang akan diuraikan sehingga sampai dapat berkurang
walau tidak 100 persen.
Untuk
selanjutnya hawan ternak dimana hewan ternak ini akan memakan hal tidak dimakan
oleh manusia walaupun hewan ternak juga sukan makanan namusia. Kita cukup
tertolong dengan keberadaan hewan ternak jadi jangan remehkan mereka.
Dalam
tulisan ini bukan membahasa makanan tadi tapi akan saya fokuskan pada sistem
pertanian untuk menjawab sebuah pertanyaan. Sistem pertanian yang dikembangkan
untuk meningkatkan produktifitas dan memenuhi kubutuhan manusia semata sehingga
menghasilkan bermacam-macam sistem diantaranya: Mina-Padi, SRI, IFS dan
lainnya.
1.
Mina-Padi
Budidaya ikan bersama ternak maupun dengan
pertanian (mina-padi) telah lama dikenal dan dipraktekkan pembudidaya ikan di
Indonesia. Budidaya terpadu ikan bersama padi, disamping menghasilkan dua
komoditas, juga hasil padinya meningkat 15-20% dibanding tanpa ikan. Kenaikan
hasil padi tersebut karena kotoran ikan menjadi pupuk, aktivitas ikan dalam
mencari makanan memberikan aerasi pada tanaman padi, pentumbuhan gulma dan hama
dikendalikan oleh ikan. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan budidaya
mina-padi adalah banyaknya hama seperti wregul, ular, belut dan burung,
penggunaan obat untuk pengendalian hama dan penyakit padi. Disamping itu, umur
padi yang pendek (sekitar 70 hari), menyebabkan waktu untuk pemeliharaan juga
relatif pendek. OIeh karena itu, bila untuk menghasilkan ikan konsumsi harus diteban
benih ukuran glondongan, sedangkan untuk pendederan adalah sangat tepat.
Untuk
tatacara pembuatan mina-padi yang saya dapatkan adalah Dipilih sawah yang
subur, cukup miring, aman dan mudah diawasi. Salah satu masalah dalam
pengembangan budidaya mina-padi adalah keamanan dan hewan lingsang (wregul)
yang biasanya menyerang bergerombol dan menghabiskan ikan piaran. Luas petakan
sawah 500 - 2000 m2. Untuk dapat menampung dan menahan air,
pematangnya diperkuat dan diperlebar, yakni tinggi 50-70 cm, lebar atas 40-50
cm. Dilengkapi caren lebar 40-50 cm, dalam 40-60 cm. Beberapa caren bisa dibuat
bila petakan cukup luas dengan jarak tiap 10 m. Caren utama dibuat di tengah
dan arah air masuk ke pintu air keluar dan lainnya bisa di pinggir/tampingan.
Caren merupakan tempat hidup ikan dan penangkapan ikan ketika panen.
Pengurangan lahan untuk caren bisa mencapai 10% luas petakan. Disarankan pula
dibuat kolam kecil 1x2x1 m untuk adaptasi benih yang baru ditebar terutama
untuk benih. Petakan sawah juga dilengkapi pipa air dan saringan. Sawah diolah:
luku (balik tanah) dan digaru (memecah dan meratakan tanah), menggunakan tenaga
hewan ataupun mesin. Jenis padi yang ditanam adalah varietas unggul tahan
wereng (VUTW) umur total 90-120 hari. Padi disemaikan dulu dan setelah umur
20-25 hari ditanam dengan jarak tanam antara baris 25 cm dan antar rumpun 20
cm. Tiap rumpun terdiri atas 3-4 batang bibit. Pada dasarnya semua jenis ikan
air tawar tahan hidup dalam air sawah, seperti: tawes, karper, gurameh, nila,
lele, nilem dan sebagainya. Sistem budidaya dilakukan secara polikultur atau
monokultur. Memperhatikan umur padi yang pendek, maka waktu pemeliharaan yang
tersedia juga pendek, yaitu sekitar 70 hari. Benih ikan ditebar sesudah padi
lilir, air mulai dinaikkan. Untuk perawatan air terus tergenang sehingga ikan
tidak mati, sedangkan panen dilakukan pada saat umur ikan 70 hari setelah tebar
setelah itu lahan sawah dikeringkan untuk pengisian bulir padi baru padi
dipanen.
2.
SRI
Salah satu misi pertanian adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat
dan kelestarian lingkungan alam Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut maka
perlu mendorong berkembangnya pertanian organik. Budidaya padi dengan pola SRI (System of Rice Intensification) merupakan
budidaya yang hemat air, benih, pupuk organik, sedikit penyiangan, dengan demikian
juga akan menghemat biaya (Zunaini, 2009). SRI adalah budidaya tanaman padi
organik yang dilakukan secara intensif dan efisien dengan proses menejemen
sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Dari
hasil panen selama tiga musim, diperoleh variasi produksi antara 7,6 sampai
dengan 9,6 atau rerata 8,9 ton/ha untuk produksi padi SRI dan antara 5,7 sampai
6,3 atau rerata 6,1 ton/ha untuk produksi padi konvensional (Bambang, 2011).
Tatacara pelaksanaannya sebagai persiapan, lahan diolah seperti
kebiasaan kita dalam mengolah tanah sebelum tanam, dengan urutan sebagai
berikut. Mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor atau tenaga sapi. Kebutuhan
benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5-7 kg per hektar lahan. Persemaian
untuk SRI dapat dilakukan dengan dua cara yaitu persemaian kering dan persemaian
basah. Persemaian basah adalah persemaian yang langsung dilakukan di lahan
pertanian, seperti pada sistem konvensional. Sementara persemaian kering yaitu persemaian
yang menggunakan wadah berupa kotak/besek/wonca/pipiti. Penggunaan wadah ini
dimaksudkan untuk memudahkan pengangkutan dan penyeleksian benih. Untuk lahan
seluas satu hektar dibutuhkan wadah persemaian ukuran 20 cm x 20 cm, sebanyak
400—500 buah. Kotak/besek/wonca/pipiti bisa juga diganti dengan wadah lain
seperti pelepah pisang atau belahan buluh bambu. Bibit siap dipindahkan ke
lahan setelah mencapai umur 7—10 hari setelah semai. Kondisi air pada saat
tanam adalah “macak-macak” (Jawa-Red.). Arti dari “macakmacak” adalah kondisi
tanah yang basah tetapi bukan tergenang. Pada metode SRI digunakan sistem tanam
tunggal. Artinya, satu lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit
ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal
(seperti huruf L). Mengapa hanya menggunakan satu benih untuk satu lubang?
Dasar pemikirannya adalah, jika beberapa benih ditanam bersamaan dalam satu
lubang maka akan muncul persaingan antar tanaman dalam memperebutkan nutrisi,
oksigen, dan sinar matahari. Karena itu, dengan sistem penanaman tunggal
diharapkan bahwa tiap tanaman bisa menyerap nutrisi, oksigen, dan sinar
matahari secara lebih optimal.
Berdasarkan uji coba yang kami lakukan, diketahui bahwa tanaman padi
bukanlah tanaman air, tetapi tanaman darat (terestrial) yang dalam
pertumbuhannya membutuhkan air. Karena itu dalam metode SRI, padi ditanam pada
kondisi tanah yang tidak tergenang. Tujuannya, agar oksigen yang dapat
dimanfaatkan oleh akar tersedia lebih banyak di dalam tanah. Selain itu, dalam
kondisi tidak tergenang, akar bisa tumbuh lebih subur dan besar sehingga
tanaman dapat menyerap nutrisi sebanyak-banyaknya. Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam metode SRI dilakukan
sebagai berikut.
1. Ketika padi mencapai umur 1—8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di
lahan adalah “macak-macak”.
2. Sesudah padi mencapai umur 9—10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian
2—3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap
pertama.
3. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai
umur 18 HST.
4. Pada umur 19—20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan
tahap kedua.
5. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1—2 cm
dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15—20 hari sebelum panen).
6. Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.
Sedangkan untuk kelemahan sistem SRI ini adalah bibit yang masih muda
sangat mudah terserang hama keong yang dapat menghabiskan setiap bibitnya,
bibit yang masih muda juga sangat mudah dihanyutkan apabila terjadi hujan.
Hanya ada dua sistem pertanian yang selama ini dilakukan apakah itu
sistem pertanian terpadu atau sistem pertanian organik. Masing-masing sistem
ini memiliki keunggulan masing-masing dan memiliki kekurangan masing-masing
tergantung di mana akan diterapkan sistem ini. Apabila lahan yang akan
digunakan memiliki ketersediaan air yang rendah dan daya resap air tinggi
(kadar lempung kecil) akan sangat cocok ketika diterapkan sistem pertanian
organik salah satunya SRI. Sedangkan lahan yang terus tergenang, memiliki
jumlah air yang cukup tinggi dan memiliki daya liat atau komposisi tanah liat
yang tinggi akan sangat bagus ketika diterapkan sistem pertanian terpadu salah
satunya Mina-Padi.
Perlu diingat bahwa padi bukan tanaman air jadi ada masa ketika lahan
padi harus mengalami kekeringan. Selain itu pertanian terpadu tidak hanya
Mina-Padi masih banyak lagi contohnya tapi pertanian terpadu harus memadukan
semua komponen pertanian dari peternakan, perikanan dan budidaya tanaman.
Purwantana, Bambang. 2011. Kajian Input Energi Pada Budidaya Padi
Metode System Of Rice Intensification. Agritech. Vol 31. Hal 1-8. (http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/download/73/352)
Anonim. 2014. Budidaya Terpadu. UGM. (http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/50185/71c639c4b24d1b39509fb0e9b45172ff)
Veco. 2007. Menembus Batas Kebutuhan Produsi Padi (Metode SRI dalam
Budidaya Padi). Indonesia (http://ciifad.cornell.edu/sri/extmats/indoVecoManual07.pdf)
Nursinah, Zunaini. 2009. Penerapan SRI (System Of Rice Intensification)
Sebagai Alternatif Budidaya Padi Organik. Agribisnis dan Pengembangan Wilayah.
Vol 1 (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=19672&val=1236)